Friday, May 17, 2013

Penanganan demam secara umum


Selain mekanisme umpan balik yang terjadi di dalam tubuh, demam juga dapat diturunkan dengan pemberian obat-obatan antipiretik dan metode fisik.
 

Pemberian antipiretik

Demam, sesuai dengan gambar di atas, secara teoritis dapat dihambat dengan cara memutuskan rangkaian reaksi yang terjadi, mulai dari pelepasan pirogen endogen sel-sel makrofag, monosit, limfosit dan endotel oleh rangsangan pirogen eksogen hingga timbulnya demam. Tetapi dari sekian banyak obat yang pernah diteliti ternyata obat penghambat siklooksigenase-lah (COX-inhibitor) yang cukup mampu dan memuaskan untuk dipergunakan sebagai antipiretik.
Tabel antipiretik
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa pelepasan prostaglandin di hipotalamus akan menset termostat lebih tinggi dengan akibat suhu tubuh menjadi meningkat. Dengan menghambat pembentukan prostaglandin diharapkan kenaikan suhu tubuh tidak terjadi. Obat-obatan OAINS seperti aspirin, metamizol, ibuprofen, nimesulid, diklofenak, ketoprofen, indometasin dan parasetamol adalah obat yang dapat menghambat enzim siklooksigenase sehingga banyak dipakai sebagai antipiretik. Tetapi oleh karena selain menghambat COX-2 OAINS juga menghambat COX-1 maka obat-obatan ini dapat menimbulkan efek samping terhadap lambung, ginjal dan trombosit. Asetaminofen atau parasetamol adalah OAINS dengan efek samping paling minimal. Di jaringan perifer parasetamol adalah penghambat COX-2 yang lemah, namun di otak efektvitas asetaminofen sebagai COX-2 inhibitor akan meningkat secara signifikan oleh karena oksidasi oleh sitokrom P-450.

Patofisiologi demam


Pendahuluan

Demam merupakan gejala penyakit yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Demam merupakan salah satu keluhan yang sering diutarakan oleh penderita atau keluarganya kepada dokter atau petugas kesehatan baik secara langsung maupun melalui telepon. Demam sendiri sebenarnya sudah dikenal sejak jaman purbakala dan merupakan petunjuk perkembangan penyakit yang diderita oleh si sakit. Pada umumnya demam terjadi dalam waktu yang singkat tetapi walaupun demikian, terkadang dapat menimbulkan rasa tidak enak atau tidak nyaman bagi penderita.
Demam (febris) adalah suatu reaksi fisiologis tubuh yang kompleks terhadap penyakit yang ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh di atas normal akibat rangsangan zat pirogen terhadap pusat pengaturan suhu tubuh(termoregulator) di hipotalamus.1 Pada orang dewasa suhu tubuh yang normal berkisar antara 36,1-37,3°C. Suhu tubuh memiliki siklus diurnal dengan suhu terendah terjadi pada pukul 6.00 pagi dan suhu tubuh tertinggi pada pukul 16.00-18.00 sore.
Seseorang dikatakan demam bila suhu tubuh diantara pukul 00.00-12.00 lebih dari 37,2°C dan diantara pukul 12.00-24.00 lebih dari 37,3°C. seseorang disebut hiperpireksia nila suhu tubuh > 41,2°C, hipotermia bila suhu tubuh < 35°C.2

Demam berbasiskan data



Demam merupakan penyebab nomor 3 untuk kunjungan pasien ke unit gawat darurat (UGD) dan selalu berada pada peringkat 20 besar untuk penyebab kunjungan pasien ke klinik rawat jalan. Diferensial diagnosis dari demam sangat luas, hal ini dikarenakan oleh banyaknya faktor yang dapat meningkatkan set-point, namun secara umum demam dapat dibagi menjadi 4 jenis, demam infeksi, demam keganasan, demam penyakit inflamatorik dan demam lainnya.

Kebanyakan dari penyakit demam akut dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan laboratorium, lebih daripada itu banyak demam yang sembuh dengan sendirinya. Sayangnya data prevalensi demam sangat terbatas, namun beberapa penelitian telah berusaha untuk mendata penyebab demam pada populasi-populasi tertentu, diantaranya demam pada pasien rawat inap dan pasien dengan Fever of Unknown Origin (FUO). 

Penyebab demam berbeda berdasarkan berbagai macam faktor, salah satunya adalah faktor lokasi pasien. Pada pasien-pasien yang dirawat inap, sebagian besar demam disebabkan oleh karena faktor infeksi 84%, dengan perincian 51% disebabkan oleh infeksi komunitas, 10% infeksi nosokomial dan 23% dicurigai infeksi. Pada pasien-pasien dengan FUO, sebagian besar pasien tidak dapat diketemukan penyebabnya (30%), namun untuk penyebab-penyebab yang diketahui, infeksi tetap menduduki peringkat pertama (24,5%). Penyakit-penyakit inflamatorik seperti Rheumatoid Arthritis, Gout dan Giant Cell Arteritis menyebabkan 23,5% demam pada FUO, diikuti dengan penyakit keganasan sebanyak 14,5%.

Thursday, January 5, 2012

Pendekatan klinis penyakit berbasiskan data

Variability is the law of life, and as no two faces are the same, so no two bodies are alike, and no two individuals react alike and behave alike under the abnormal conditions which we know as disease.
William Osler

Kedokteran berbasiskan data

Mahasiswa kedokteran seringkali beranggapan bahwa pengambilan keputusan klinis adalah suatu proses intuitif, di mana alurnya adalah pasien mengajukan keluhan, dokter melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik lengkap kemudian secara tiba-tiba diagnosis dibuat. Pada kenyataannya, pengambilan keputusan merupakan hasil latihan dari penalaran klinis, di mana dokter secara terlatih mengaplikasikan prinsip-prinsip epidemiologi, statistik dan probabilitas untuk mencapai pada suatu diagnosis tertentu.

Untuk setiap gejala terdapat berbagai macam diagnosis diferensial, mulai dari penyakit-penyakit umum sampai pada yang langka. Faktor-faktor epidemiologis seperti usia dan jenis kelamin sangat mempengaruhi kemungkinan ditegakkannya diagnosis tertentu. Sebagai contoh, kemungkinan migrain sebagai penyebab sakit kepala onset dini pada wanita berusia 25 tahun lebih besar dibandingkan dengan pria berusia 65 tahun dengan gejala yang sama. Berawal dari titik ini, kita mulai menyusun berbagai diagnosa diferensial dengan kemungkinan dan kegawatan yang beragam. Seorang klinisi yang berpengalaman akan mulai menggunakan setiap potongan informasi epidemiologi dan klinis yang ia dapat ia peroleh, untuk menyempitkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis lainnya. Proses ini dapat dianalogikan seperti sebuah corong. Pada saat awal banyak hal dipertimbangkan, namun seiring dengan kemajuan anamnesa dan pemeriksaan fisik, maka juga akan menyempitkan kemungkinan diagnosa yang tersisa.

On long stagnation...

Dear all,

This couple of weeks has been a crazy one, in between examinations and wedding preparation, it seems no time was available for me to start writing again... Luckily I have found my long lost writings, from the past, from a time where there was a real urge for me to write... From today and time to come, I will publish selected chapters from my earlier works here, so that hopefully it will give some knowledge and insights to the audience...

Warm regards,

Stevent Sumantri MD